Prospek Komoditas 2025: Pelemahan Ekonomi China Bisa Berdampak Besar Pada Pasar

Situasi ekonomi global terkini menunjukkan bahwa pelemahan ekonomi China akan memengaruhi pasar komoditas secara signifikan pada tahun 2025. China yang selama ini menjadi salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia, mengalami perubahan yang mengkhawatirkan. Di tengah kondisi global yang penuh tantangan, termasuk perubahan pemerintahan di AS, konflik di Timur Tengah, dan bencana alam di Meksiko dan Amerika Utara, aset-aset komoditas menghadapi tekanan dari perlambatan ekonomi China yang mengejutkan.

Dampak Pelemahan Ekonomi China

Menurut Igor Isaev dari Mind Money, puncak pertumbuhan ekonomi China sudah berlalu sejak 2021. Penyebab utama penurunan ini adalah kapasitas produksi berlebih, penurunan pasar properti, dan lemahnya belanja konsumen, yang semuanya menekan harga. Harga konsumen di China tidak menunjukkan pertumbuhan pada bulan September dengan inflasi inti hanya meningkat sebesar 0,1% setiap tahunnya, menandakan perlambatan ekonomi yang lebih luas.

Hal ini diperparah dengan penipisan keuntungan tenaga kerja murah, meningkatnya pengangguran di kalangan pemuda, populasi yang menua, dan berkurangnya impor barang dari China di Eropa. Pemerintah China sedang berupaya untuk mengatasi perubahan ini, namun situasi tetap menantang. Tanpa stimulus lebih lanjut, China menghadapi risiko deflasi yang berkepanjangan seperti yang dialami Jepang pada tahun 1990-an.

Dampaknya pada Pasar Komoditas

Karena pergeseran ekonomi di China berdampak langsung pada pasar komoditas global, perubahan perilaku pembelian China sangat penting bagi pasar-pasar ini. China tetap menjadi importir terbesar sumber daya utama seperti minyak, dengan volume impor minyak mencapai 11 juta barel per hari. Walau volume impor stabil, harga rata-rata minyak impor pada bulan September menurun seiring dengan kekhawatiran permintaan dari China.

Di sisi energi, China telah melakukan penyesuaian strategis untuk mengurangi pengeluaran energi per unit PDB sebesar 5–15% antara tahun 2022 hingga 2024. Hal ini terjadi karena sumber daya yang diimpor dari negara-negara dalam kondisi ekonomi sulit diberi diskon hingga 30%, serta modernisasi sistem energi yang meningkatkan efisiensi dan menurunkan harga.

Strategi Bagi Investor

Menghadapi tantangan dalam ekonomi China, Isaev menyarankan agar investor mencari peluang baru di wilayah dan sektor pasar lainnya. Perusahaan Amerika di bidang energi, kecerdasan buatan, robotika, dan big data menawarkan potensi yang menjanjikan. Perusahaan India dan Meksiko yang dapat menggantikan produsen China di pasar konsumen global juga menjanjikan.

Penting pula untuk memantau volume besar sumber daya alam yang diekspor China dan mencari pemasok alternatif guna mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan pembatasan ekspor atau pengenaan bea ekspor. Banyak investor mulai beralih dari aset China ke instrumen yang lebih andal seperti emas atau obligasi AS.

Perspektif Ekonomi dari Analis ING

Analis dari ING menyatakan bahwa target pertumbuhan yang ditetapkan dalam Sidang Tahunan “Two Sessions” China akan sangat penting. Mereka memproyeksikan beberapa skenario, dengan target “sekitar 5%” atau “di atas 4,5%” sebagai sinyal kepercayaan yang stabil, sedangkan target “sekitar 4,5%” atau lebih rendah menunjukkan kehati-hatian. Kebijakan moneter dan fiskal akan menjadi kunci stabilitas pertumbuhan, dengan investasi aset tetap diperkirakan meningkat, didorong oleh investasi yang dipimpin pemerintah.

Pemulihan properti diharapkan berbentuk L-shape, yang bisa menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan konsumen yang terpukul. Sementara itu, sektor ekspor mungkin menghadapi hambatan dari tarif potensial AS dan inflasi diperkirakan naik sedikit menjadi 0,9%. Ketiga faktor ini diharapkan mempengaruhi prospek ekonomi China pada tahun 2025.

Melalui rangkaian analisis ini, dapat disimpulkan bahwa ekonomi China menghadapi tantangan signifikan yang akan berdampak luas pada pasar komoditas global, dan investor perlu memantau perkembangan ini dengan cermat untuk menyesuaikan strategi investasi mereka.

Artikel ini diterbitkan oleh investing.com

Artikel Terkait