Dolar AS (US Dollar Index) mengalami pelemahan di pasar Asia pada hari Senin ketika para investor bersiap menghadapi minggu krusial bagi ekonomi global seiring dengan pemilihan presiden AS dan kemungkinan pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve. Indeks dolar turun di bawah level 104 dan pada Senin (4/11) mencapai 103.76, membalikkan keuntungan yang dicapai di sesi sebelumnya, di tengah spekulasi kebijakan ekonomi yang mungkin diambil jika Donald Trump merebut kembali Gedung Putih serta ketidakpastian hasil pemilu yang mendorong para pelaku pasar untuk waspada.
Di sisi kebijakan moneter, Federal Reserve diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin minggu ini, menyusul pemangkasan setengah poin di bulan September. Selain itu, pasar juga sudah memprediksi penurunan serupa pada bulan Desember mendatang. Hal ini sejalan dengan harapan adanya lebih banyak pemangkasan selama paruh pertama tahun 2024, menuju kisaran target terminal sebesar 3,25% hingga 3,5%.
Pelemahan dolar juga mencuat terhadap beberapa mata uang lainnya, dengan penjualan paling signifikan terlihat terhadap kiwi, aussie, dan yen. Mata uang euro naik 0,4% menjadi $1,0876 dengan perlawanan di sekitar $1,0905, sementara dolar turun 0,3% terhadap yen menjadi 152,45 yen.
Pada saat yang sama, nilai Rupiah masih mengalami tekanan dan mencapai titik terlemah dalam tiga bulan. Rupiah berada di level Rp 15.849,00 per Dolar AS, posisi yang terakhir kali terlihat pada 12 Agustus lalu. Pelemahan ini terjadi seiring dengan ketidakpastian politik dan ekonomi global, yang terus menekan mata uang negara berkembang, termasuk Rupiah.
Sementara itu, Bank Sentral Inggris diharapkan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Kamis mendatang, sedangkan Riksbank diperkirakan akan menurunkan 50 basis poin dan Norges Bank diprediksi menahan suku tidak berubah. Di Australia, Reserve Bank diprediksi akan tetap menahan suku bunga dalam pertemuan Selasa.
Selain kebijakan dalam negeri AS, langkah stimulus lebih lanjut juga diantisipasi dari Kongres Nasional Rakyat China yang mulai bersidang minggu ini, seiring dengan wacana penerbitan lebih dari 10 triliun yuan dalam utang tambahan selama beberapa tahun ke depan untuk memulihkan ekonomi yang rapuh.
Dengan latar belakang ini, pelaku pasar global terus memantau perkembangan politik dan ekonomi yang dapat berdampak signifikan pada pergerakan mata uang di hari-hari mendatang.