Investing.com – Harga minyak naik di perdagangan Asia pada hari Selasa, mendekati level tertinggi enam bulan di tengah kekhawatiran yang terus berlanjut atas krisis di Timur Tengah setelah sebuah laporan mengatakan bahwa respons Israel terhadap serangan Iran mungkin akan segera terjadi.
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah meningkat pada akhir pekan setelah Iran meluncurkan serangan pesawat tak berawak dan rudal berskala besar terhadap Israel. Harga minyak pada awalnya jatuh sebagai respons terhadap serangan tersebut, mengingat bahwa serangan tersebut hanya menimbulkan kerusakan minimal dan karena Iran juga mengisyaratkan bahwa mereka telah selesai menyerang Israel.
Namun prospek respon Israel memicu kekhawatiran bahwa aksi balas-membalas antara kedua negara dapat menyebabkan perang habis-habisan di Timur Tengah.
Brent oil futures yang akan berakhir pada bulan Juni naik 0,5% menjadi $90,59 per barel, sementara West Texas Intermediate crude futures naik 0,6% menjadi $85,90 per barel pada pukul 20:34 ET (00:34 GMT).
Tanggapan Israel terhadap serangan Iran mungkin akan segera terjadi- NBC
Berita NBC melaporkan pada hari Senin bahwa Israel sedang mempertimbangkan respon “segera” terhadap serangan Iran baru-baru ini. Laporan lain menunjukkan bahwa kabinet perang Israel telah bertemu selama akhir pekan tanpa mencapai konsensus mengenai tanggapan.
Laporan ini muncul ketika Iran dan Israel bersitegang pada pertemuan darurat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di tengah meningkatnya seruan dari para pemimpin dunia untuk menahan diri.
Iran mengatakan bahwa pihaknya tidak mencari eskalasi lebih lanjut dengan Israel, tetapi memperingatkan agar tidak melakukan serangan balasan.
Ketegangan antara Iran dan Israel telah menjadi titik kunci pendukung harga minyak, karena para pedagang bertaruh bahwa konflik yang meluas di Timur Tengah akan mengganggu pasokan dari wilayah yang kaya akan minyak ini.
Iran khususnya adalah anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, dan merupakan produsen utama di Timur Tengah.
Isyarat permintaan, suku bunga masih menjadi fokus
Di luar masalah suplai, pasar masih mengamati lebih banyak isyarat mengenai permintaan minyak, terutama dengan data kuartal pertama produk domestik bruto dari China yang akan dirilis hari ini. Data ini diperkirakan akan menunjukkan PDB tumbuh 4,8% pada kuartal pertama, lebih lambat dari target tahunan pemerintah sebesar 5%.
China adalah importir minyak terbesar di dunia, dengan isyarat ekonomi dari negara ini kemungkinan besar akan mempengaruhi prospek permintaan minyak.
Penguatan dalam dollar membatasi kenaikan besar dalam harga minyak, karena greenback melonjak ke level tertinggi lebih dari lima bulan di tengah meningkatnya keyakinan bahwa Federal Reserve tidak akan memangkas suku bunga pada paruh pertama tahun 2024.