BI Rate, Fedspeak, Suku Bunga China, dan Penggerak Pasar Lainnya Pekan Ini

Minggu ini kalender ekonomi pasar global akan mengarah pada data manufaktur dan jasa PMI AS, pidato para pejabat Fed seperti Michelle W. Bowman dan Lisa D. Cook serta pidato Christine Lagarde dari ECB. Pasar global juga menantikan keputusan suku bunga dari sejumlah negara seperti China, Turki, dan Afrika Selatan, serta risalah pertemuan RBA. Sementara itu dari dalam negeri perhatian utama akan mengarah pada RDG Bank Indonesia 19-20 November.

Fokus Ekonomi AS

Di AS, data ekonomi minggu ini relatif ringan, dengan fokus pada PMI S&P Global. Sektor manufaktur diperkirakan tetap mengalami kontraksi, meski dengan laju yang lebih lambat, sementara pertumbuhan di sektor jasa diperkirakan semakin meningkat. Indikator terkait perumahan juga masuk agenda, termasuk Indeks Pasar Perumahan NAHB, izin pembangunan, perumahan baru, dan penjualan rumah yang ada.

Fokus Ekonomi Asia

Bank sentral China diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah, mengikuti penurunan agresif dari keputusan bulan lalu, seiring dengan dolar AS yang menguat memberikan tekanan pada yuan dan membatasi ruang kebijakan yang lebih longgar di daratan. Sementara itu, minggu yang lebih sibuk dari rilis ekonomi di Jepang akan diketengahkan oleh tingkat inflasi dan neraca perdagangan untuk Oktober, diikuti oleh PMI November. Data PMI baru juga ditunggu di India dan Australia. Pasar Australia juga menanti risalah dari pertemuan terakhir RBA untuk mendapatkan wawasan tentang waktu penurunan suku bunga berikutnya. Di tempat lain, Bank Indonesia diperkirakan akan mempertahankan BI rate tidak berubah, Thailand akan merilis PDB kuartal ketiganya, dan Malaysia akan mempublikasikan CPI Oktober.

Kebijakan Moneter Bank Indonesia

Menurut Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede seperti dikutip Bisnis.com, Bank Indonesia diharapkan menahan suku bunga acuan di level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur pada 19—20 November 2024. Kendati demikian, kebijakan Fed yang memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,50%—4,75% dalam pertemuan FMOC November 2024 memberi Bank Indonesia lebih banyak fleksibilitas dalam menentukan arah kebijakan moneternya. Namun, langkah ini juga dipengaruhi oleh tekanan eksternal seperti hasil pemilihan presiden AS 2024 yang dimenangkan oleh Donald Trump.

Keputusan BI untuk menahan suku bunga juga didukung oleh insentif likuiditas yang telah diperluas ke sektor pencipta lapangan kerja dan UMKM sejak Januari 2025, yang diharapkan dapat mendorong permintaan domestik. Perry Warjiyo, Gubernur BI, menegaskan bahwa arah kebijakan moneter ke depan akan tetap mencermati stabilitas rupiah dan kondisi likuiditas dalam negeri.

Secara historis, BI seringkali mengikuti langkah Fed sebagai bentuk stabilisasi ekonomi, namun Perry menekankan bahwa keputusan BI akan mempertimbangkan perkembangan inflasi, nilai tukar rupiah, serta pertumbuhan ekonomi untuk mencapai keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan.

Minggu ini menjanjikan data dan keputusan penting yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar, memberikan arah kebijakan moneter dan ekonomi global di tengah ketidakpastian politik dan ekonomi.

Artikel ini diterbitkan oleh investing.com

Artikel Terkait